judi online

Bahaya Judi Online dalam Pandangan Islam

Judi, dalam bentuk apa pun, termasuk judi online, adalah aktivitas yang dilarang dalam Islam. Islam sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya memberikan panduan yang jelas mengenai aktivitas-aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan, termasuk dalam hal mencari rezeki dan hiburan. Artikel ini akan membahas mengapa judi online dianggap berbahaya dalam pandangan Islam, serta dampak negatif yang ditimbulkannya.

1. Larangan dalam Al-Quran dan Hadis

Islam memiliki landasan hukum yang tegas mengenai judi. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Ma’idah: 90)

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Ma’idah: 91)

Selain itu, Rasulullah SAW bersabda:
– Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa yang mengatakan kepada temannya: ‘Mari kita bermain judi,’ maka hendaknya ia bersedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ayat-ayat dan hadis-hadis ini menegaskan bahwa judi, termasuk judi online, adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam.

2. Mengandung Unsur Spekulasi dan Ketidakpastian

Judi online, seperti halnya judi konvensional, mengandung unsur spekulasi dan ketidakpastian yang tinggi. Islam melarang segala bentuk aktivitas yang mengandung gharar (ketidakpastian berlebihan) karena dapat merugikan salah satu pihak. Dalam judi, tidak ada kepastian tentang hasil yang diperoleh, dan ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejelasan dalam transaksi yang dianjurkan oleh Islam.

3. Merusak Moral dan Akhlak

Judi online dapat merusak moral dan akhlak individu. Aktivitas ini mendorong perilaku tamak dan ketergantungan pada keberuntungan daripada usaha dan kerja keras. Islam mengajarkan umatnya untuk mencari rezeki melalui cara yang halal dan bekerja keras, bukan dengan mengandalkan nasib atau keberuntungan semata.

 4. Mengalihkan Perhatian dari Kewajiban Agama

Judi online dapat mengalihkan perhatian seseorang dari kewajiban agama seperti shalat, zakat, dan kegiatan ibadah lainnya. Waktu dan energi yang dihabiskan untuk berjudi bisa mengurangi waktu yang seharusnya digunakan untuk beribadah dan mengingat Allah SWT. Ini dapat menyebabkan seseorang lalai dari tanggung jawab spiritual dan sosialnya.

5. Menyebabkan Permusuhan dan Kebencian

Judi online, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran, dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian antara individu. Kalah dalam judi seringkali menyebabkan frustrasi dan kemarahan, sedangkan kemenangan dapat memicu kesombongan dan ketidakpuasan pada pihak yang kalah. Ini dapat merusak hubungan sosial dan menimbulkan konflik.

6. Menghabiskan Harta Secara Sia-sia

Judi online seringkali menyebabkan pemborosan harta yang seharusnya digunakan untuk kebaikan dan kesejahteraan diri serta keluarga. Islam mendorong pengelolaan harta yang bijaksana dan bertanggung jawab. Membelanjakan uang untuk berjudi adalah tindakan yang tidak produktif dan merugikan.

Kesimpulan

Dalam pandangan Islam, judi online adalah aktivitas yang berbahaya dan dilarang karena mengandung unsur spekulasi dan ketidakpastian, merusak moral dan akhlak, mengalihkan perhatian dari kewajiban agama, menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta menyebabkan pemborosan harta. Islam mengajarkan umatnya untuk menjauhi perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain, serta mencari rezeki melalui cara yang halal dan penuh berkah. Oleh karena itu, umat Muslim sebaiknya menghindari judi online dan aktivitas lain yang sejenis, serta fokus pada usaha yang diridhai oleh Allah SWT.

fiqih qurban

Setiap tahunnya, tepatnya di tanggal 10 Dzulhijjah umat muslim di dunia yang tidak melaksanakan ibadah haji akan merayakan Hari Raya Idul Adha.

Sejarah berqurban sendiri diawali dengan peristiwa penyembelihan Nabi Ismail oleh ayahnya, Nabi Ibrahim. Melalui mimpi, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya sebagai tanda kesetiaan dan ketundukannya kepada Allah SWT. Nah, hingga saat ini umat muslim masih merayakan qurban sebagai tanda keikhlasan kepada Allah SWT.

 

  1. Pengertian Qurban

Secara bahasaqurban berasal dari kata “qarraba” yang artinya dekat.

Secara syariatqurban artinya ibadah dalam bentuk melaksanakan penyembelihan hewan tertentu atas perintah Allah SWT dengan tujuan dapat mendekatkan diri kepada-Nya.

Perintah berqurban tertuang dalam surat Al-Kausar ayat 1-3.

 

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ – فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ – اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

  1. Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.
  2. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).
  3. Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).

 

  1. Hukum Qurban

Pelaksanaan qurban hukumnya sunnah muakad, artinya sangat dianjurkan. Bagi yang mampu, dianjurkan untuk melaksanakan qurban. Akan tetapi, apabila dia tidak melaksanakannya, hukumnya makruh.

 

  1. Ketentuan Hewan Qurban

Jenis binatang yang diperbolehkan untuk dijadikan kurban adalah unta, sapi, kerbau, kambing atau biri-biri.

Adapun ketentuan hewan-hewan tersebut adalah, sebagai berikut:

  • Unta yang sudah berumur 5 tahun.
    • Sapi/kerbau yang sudah berumur 2 tahun.
    • Kambing yang sudah berumur 2 tahun.
    • Domba/biri-biri yang sudah berumur 1 tahun atau telah berganti gigi.

Jika hewan qurban bukan yang disebutkan di atas, menurut para ulama qurban dianggap tidak sah.

Ketentuan lainnya, jenis binatang sapi, unta, dan kerbau boleh untuk kurban sejumlah 7 (tujuh) orang.

 

  1. Waktu Penyembelihan Qurban

Waktu penyembelihan kurban adalah setelah salat Idul Adha (tanggal 10 bulan Dzulhijjah) dan tiga hari tasyrik (11,12, dan13 bulan Dzulhijjah).

Penyembelihan boleh dilakukan pada siang hari atau sore hari pada hari-hari tersebut (sebelum matahari terbenam pada tanggal 13 bulan Dzulhijjah).

Tidak ada perbedaan waktu siang ataupun malam.

Tempat yang disunnahkan untuk menyembelih hewan qurban adalah tanah lapangan.

Tujuannya adalah untuk memberitahukan kepada kaum muslimin bahwa qurban sudah boleh dilakukan serta mengajarkan bagaimana tata cara qurban yang benar.

Orang yang berqurban (sahibul qurban) disunahkan untuk menyembelih hewan qurbannya sendiri, namun boleh diwakilkan kepada orang lain.

Ketika hendak menyembelih hewan qurban, dianjurkan untuk membaca doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِن… يَا كَرِيْمُ

 

Allahumma hadzihi minka wa ilaika, fataqabbal min (ucapkan pemilik hewan kurban) ya karim.

Artinya: “Ya Tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari-Mu. Dan dengan ini kami bertakarub (mendekatkan diri) kepada-Mu. Karenanya Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah, terimalah takarub kami.”

  1. Pembagian Daging Qurban

Daging qurban dibagi kepada fakir dan miskin dalam keadaan masih mentah, belum dimasak.

Apabila orang yang berkurban (sahibul qurban) menghendaki, dia boleh mengambil daging qurban itu maksimal sepertiganya.

 

  1. Hikmah Pelaksanaan Qurban
  2. Menghidupkan sunah para nabi terdahulu, khususnya sunnah Nabi Ibrahim.
  3. Untuk mendekatkan diri atau taqarrub kepada Allah SWT.
  4. Menghidupkan makna takbir di Hari Raya Idul Adha, dari tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah.
  5. Qurban mengajarkan kepada kita untuk bersikap dermawan, tidak rakus, dan tidak kikir.
  6. Qurban mendidik kita untuk peduli kepada sesama.
  7. Mendidik kita untuk membunuh sifat kebinatangan. Di antara sifat-sifat kebinatangan yang harus kita musnahkan adalah tamak, rakus, sikap ingin menang sendiri, sewenang-wenang kepada orang lain.

 

 

 

 

 

Soal

  1. Apa yang dikerjakan ummat islam pada tanggal 10 dzulhijjah?
  2. Apa itu qurban menurut bahasa dan syariat?
  3. Tuliskan dalil berqurban beserta artinya!
  4. Apa hukum berqurban?
  5. Hewan apa saja yang bisa untuk qurban?
  6. Sebutkan syarat-syaratnya!
  7. Kapan waktu diperbolehkan menyembelih qurban?
  8. Tuliskan doa menyembelih hewan qurban beserta artinya!
  9. Kepada siapa dan bagaimana cara membagikan daging qurban?
  10. Tuliskan hikmah berqurban! (3)

Soal soal untuk dikerjakan

Jawablah pertanyaan pertanyaan berikut:

  1. Bagaimana menurut Anda mengenai hukum mencicipi makanan ? jelaskan!
  2. Tuliskan dalil yang menyatakan bahwa pada bulan puasa syetan syetan itu di belenggu. Namun mengapa saat bulan puasa masih ada orang yang bermaksiat?
  3. Sebutkan keutamaan keutamaan bulan Ramadhan ! 3 buah
  4. Sebutkan sunnah sunnah dalam Puasa Ramadhan ! 5 macam
  5. Bolehkah berenang disaat bulan Ramadhan? apakah batal puasanya? jelaskan

Fikih Puasa Ramadhan

Syarat sah puasa

  1. Islam
  2. Balig
  3. Berakal
  4. Muqim (tidak sedang safar)
  5. Suci dari haid dan nifas
  6. Mampu berpuasa
  7. Niat

Sunah-sunah ketika puasa

  1. Sunah-sunah terkait berbuka puasa
    • Disunahkan menyegerakan berbuka
    • Berbuka puasa dengan beberapa butir ruthab (kurma segar), jika tidak ada maka dengan beberapa butir tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air putih
    • Berdoa ketika berbuka dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله/dzahabazh zhomaa-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
      telah hilang rasa haus, telah basah tenggorokan, dan telah diraih pahala, insya Allah” (HR. Abu Daud, An Nasa-i, disahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
  2. Sunah-sunah terkait makan sahur
    • Makan sahur hukumnya sunah muakadah. Dianggap sudah makan sahur jika makan atau minum di waktu sahar, walaupun hanya sedikit. Dan di dalam makanan sahur itu terdapat keberkahan
    • Disunahkan mengakhirkan makan sahur mendekati waktu terbitnya fajar, pada waktu yang tidak dikhawatirkan datangnya waktu fajar ketika masih makan sahur.
    • Disunahkan makan sahur dengan tamr (kurma kering).
  3. Orang yang berpuasa wajib meninggalkan semua perbuatan yang diharamkan agama dan dianjurkan untuk memperbanyak melakukan ketaatan seperti: bersedekah, membaca Al Qur’an, salat sunah, berzikir, membantu orang lain, i’tikaf, menuntut ilmu agama, dll
  4. Membaca Al Qur’an adalah amalan yang lebih dianjurkan untuk diperbanyak di bulan Ramadan. Bahkan sebagian salaf tidak mengajarkan ilmu di bulan Ramadan agar bisa fokus memperbanyak membaca Al Qur’an dan mentadaburinya.

Orang-orang yang dibolehkan tidak berpuasa

  1. Orang sakit yang bisa membahayakan dirinya jika berpuasa.
    • Jumhur ulama mengatakan bahwa orang sakit yang boleh meninggalkan puasa adalah yang jika berpuasa itu dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan serius pada kesehatannya.
    • Adapun orang yang sakit ringan yang jika berpuasa tidak ada pengaruhnya sama sekali atau pengaruhnya kecil, seperti pilek, sakit kepala, maka ulama empat mazhab sepakat orang yang demikian wajib tetap berpuasa dan tidak boleh meninggalkan puasa.
    • Terkait adanya kewajiban qada atau tidak, orang sakit dibagi menjadi 2 macam:
      1. Orang yang sakitnya diperkirakan masih bisa sembuh, maka wajib meng-qada ketika sudah mampu untuk menjalankan puasa. Ulama ijma akan hal ini.
      2. Orang yang sakitnya diperkirakan tidak bisa sembuh, maka membayar fidyah kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Diqiyaskan dengan keadaan orang yang sudah tua renta tidak mampu lagi berpuasa. Ini disepakati oleh mazhab fikih yang empat.
  2. Musafir.
    • Orang yang bersafar boleh meninggalkan puasa Ramadan, baik perjalanannya sulit dan berat jika dilakukan dengan berpuasa, maupun perjalanannya ringan dan tidak berat jika dilakukan dengan berpuasa.
    • Namun jika orang yang bersafar itu berniat bermukim di tempat tujuan safarnya lebih dari 4 hari, maka tidak boleh meninggalkan puasa sejak ia sampai di tempat tujuannya.
    • Para ulama khilaf mengenai musafir yang perjalanannya ringan dan tidak berat jika dilakukan dengan berpuasa, semisal menggunakan pesawat atau kendaraan yang sangat nyaman, apakah lebih utama berpuasa ataukah tidak berpuasa. Yang lebih kuat, dan ini adalah pendapat jumhur ulama, lebih utama tetap berpuasa.
    • Orang yang hampir selalu bersafar setiap hari, seperti pilot, supir bus, supir truk, masinis, dan semacamnya, dibolehkan untuk tidak berpuasa selama bersafar, selama itu memiliki tempat tinggal untuk pulang dan menetap. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al Utsaimin.
  3. Orang yang sudah tua renta
    • Orang yang sudah tua renta dan tidak lagi mampu untuk berpuasa dibolehkan untuk tidak berpuasa Ramadan. Ulama ijma akan hal ini.
    • Wajib bagi mereka untuk membayar fidyah kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.
  4. Wanita hamil dan menyusui
    • Wanita hamil atau sedang menyusui boleh meninggalkan puasa Ramadan, baik karena ia khawatir terhadap kesehatan dirinya maupun khawatir terhadap kesehatan si bayi.
    • Ulama berbeda pendapat mengenai apa kewajiban wanita hamil dan menyusui ketika meninggalkan puasa.
      1. Sebagian ulama berpendapat bagi mereka cukup membayar fidyah tanpa qada,
      2. Sebagian ulama berpendapat bagi mereka cukup meng-qada tanpa fidyah,  pendapat Hanafiyah dan Malikiyah.
      3. Sebagian ulama mazhab juga berpendapat bagi mereka qada dan fidyah jika meninggalkan puasa karena khawatir akan kesehatan si bayi.
    • Yang lebih rajih –insya Allah– adalah pendapat kedua, bagi mereka wajib qada saja tanpa fidyah.
  5. Orang yang memiliki sebab-sebab yang membolehkan tidak berpuasa, di antaranya:
    1. Orang yang pekerjaannya terasa berat. Orang yang demikian tetap wajib meniatkan diri berpuasa dan wajib berpuasa. Namun ketika tengah hari bekerja lalu terasa sangat berat hingga dikhawatirkan dapat membahayakan dirinya, boleh membatalkan puasa ketika itu, dan wajib meng-qada-nya di luar Ramadan.
    2. Orang yang sangat kelaparan dan kehausan sehingga bisa membuatnya binasa. Orang yang demikian wajib berbuka dan meng-qada-nya di hari lain.
    3. Orang yang dipaksa untuk berbuka atau dimasukan makanan dan minuman secara paksa ke mulutnya. Orang yang demikian boleh berbuka dan meng-qada-nya di hari lain dan ia tidak berdosa karenanya.
    4. Mujahid fi sabilillah yang sedang berperang di medan perang. Dibolehkan bagi mereka untuk meninggalkan berpuasa. Berdasarkan hadis:إنكم قد دنوتم من عدوكم، والفطر أقوى لكم، فكانت رخصة“sesungguhnya musuh kalian telah mendekati kalian, maka berbuka itu lebih menguatkan kalian, dan hal itu merupakan rukhshah” (HR. Muslim).

 

Pembatal-pembatal puasa

  1. Makan dan minum dengan sengaja
  2. Keluar mani dengan sengaja
  3. Muntah dengan sengaja
  4. Keluarnya darah haid dan nifas
  5. Menjadi gila atau pingsan
  6. Riddah (murtad)
  7. Berniat untuk berbuka
  8. Merokok
  9. Jima (bersenggama) di tengah hari puasa. Selain membatalkan puasa dan wajib meng-qada puasa, juga diwajibkan menunaikan kafarah membebaskan seorang budak, jika tidak ada maka puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin.

Yang bukan merupakan pembatal puasa sehingga dibolehkan melakukannya

  1. Mengakhirkan mandi hingga terbit fajar, bagi orang yang junub atau wanita yang sudah bersih dari haid dan nifas. Puasanya tetap sah.
  2. Berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung)
  3. Mandi di tengah hari puasa atau mendinginkan diri dengan air
  4. Menyicipi makanan ketika ada kebutuhan, selama tidak masuk ke kerongkongan
  5. Bercumbu dan mencium istri, bagi orang yang mampu mengendalikan birahinya
  6. Memakai parfum dan wangi-wangian
  7. Menggunakan siwak atau sikat gigi
  8. Menggunakan celak
  9. Menggunakan tetes mata
  10. Menggunakan tetes telinga
  11. Makan dan minum 5 menit sebelum terbit fajar yang ditandai dengan azan subuh, yang biasanya disebut dengan waktu imsak. Karena batas awal rentang waktu puasa adalah ketika terbit fajar yang ditandai dengan azan subuh.
  12. Hijamah (bekam) diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak. Pendapat jumhur ulama, hijamah tidak membatalkan puasa. Sedangkan pendapat Hanabilah bekam dapat membatalkan puasa. Pendapat kedua ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz dan Ibnu Al Utsaimin.
  13. Masalah donor darah merupakan turunan dari masalah bekam. Maka donor darah tidak membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat jumhur ulama, dan bisa membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat Hanabilah.
  14. Inhaler dan sejenisnya berupa aroma yang dimasukan melalui hidung, diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak. Pendapat jumhur ulama ia dapat membatalkan puasa, sedangkan sebagian ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah mengatakan tidak membatalkan. Pendapat kedua ini juga dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah.

Yang dimakruhkan ketika puasa

  1. Terlalu dalam dan berlebihan dalam berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung)
  2. Puasa wishal, yaitu menyambung puasa selama dua hari tanpa diselingi makan atau minum sama sekali.
  3. Menyicipi makanan tanpa ada kebutuhan, walaupun tidak masuk ke kerongkongan
  4. Bercumbu dan mencium istri, bagi orang yang tidak mampu mengendalikan birahinya
  5. Bermalas-malasan dan terlalu banyak tidur tanpa ada kebutuhan
  6. Berlebihan dan menghabiskan waktu dalam perkara mubah yang tidak bermanfaat

Beberapa kesalah-pahaman dalam ibadah puasa

  1. Niat puasa

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (II/23) menjelaskan bahwa sesugguhnya niat dalam hati tanpa lisan sudah cukup:   فإن نوى بقلبه دون لسانه أجزاه

“Sesungguhnya niat dengan hati tanpa lisan sudah cukup.” (Imam Nawawi, Al-Majmu’, Daarul ‘Âlimil Kutub, halaman 23)   Dalam kitab I’anatu Thalibin pada bab puasa (صوم), keterangan senada juga  ditemukan.    النيات با لقلب ولا يشترط التلفظ بها بل يندب

“Niat itu dengan hati, dan tidak disyaratkan mengucapkannya. Tetapi mengucapkan niat itu disunahkan.”

2. Berpuasa namun tidak melaksanakan salat fardu adalah kesalahan fatal. Di antara juga perilaku sebagian orang yang makan sahur untuk berpuasa namun tidak bangun salat subuh. Karena dinukil bahwa para sahabat berijma tentang kafirnya orang yang meninggalkan salat dengan sengaja, sehingga tidak ada faedahnya jika ia berpuasa jika statusnya kafir. Sebagian ulama berpendapat orang yang meninggalkan salat tidak sampai kafir namun termasuk dosa besar, yang juga bisa membatalkan pahala puasa.

3. Berbohong tidak membatalkan puasa, namun bisa jadi membatalkan atau mengurangi pahala puasa karena berbohong adalah perbuatan maksiat.

Sebagian orang menahan diri melakukan perbuatan maksiat hingga datang waktu berbuka puasa. Padahal perbuatan maksiat tidak hanya terlarang dilakukan ketika berpuasa, bahkan terlarang juga setelah berbuka puasa dan juga terlarang dilakukan di luar bulan Ramadan. Namun jika dilakukan ketika berpuasa selain berdosa juga dapat membatalkan pahala puasa walaupun tidak membatalkan puasanya.

4. Hadis “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah” adalah hadis yang lemah. Tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah. Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan Ramadan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.

5. Tidak ada hadis “berbukalah dengan yang manis“. Pernyataan yang tersebar di tengah masyarakat dengan bunyi demikian, bukanlah hadis Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.

6. Tidak tepat mendahulukan berbuka dengan makanan manis ketika tidak ada kurma. Lebih salah lagi jika mendahulukan makanan manis padahal ada kurma. Yang sesuai sunah Nabi adalah mendahulukan berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma maka dengan air minum. Adapun makanan manis sebagai tambahan saja, sehingga tetap didapatkan faedah makanan manis yaitu menguatkan fisik.