zakat penghasilan

Zakat Penghasilan: Makna, Dasar Hukum, dan Panduan Praktis Menghitungnya

Memahami Zakat Penghasilan dalam Perspektif Syariah

Zakat penghasilan merujuk pada kewajiban mengeluarkan sebagian rezeki dari pendapatan rutin, seperti gaji, honor profesional, atau keuntungan usaha. Dalam klasifikasi zakat, jenis ini tergolong zakat maal (harta produktif) karena berasal dari sumber daya yang terus bertambah. Konsep ini sejalan dengan prinsip membersihkan kekayaan sekaligus mendistribusikan manfaat ekonomi kepada masyarakat.

Dasar Hukum dan Pandangan Ulama

Kewajiban zakat penghasilan didasarkan pada nilai-nilai universal dalam Al-Qur’an, salah satunya Surah Al-Baqarah ayat 267:
“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik…”
Ayat ini menjadi landasan bagi para ulama kontemporer untuk menyepakati kewajiban zakat penghasilan, terutama ketika mencapai batas minimal (nisab). Sebagian ahli fiqih menganalogikannya dengan zakat pertanian, di mana persentasenya bervariasi (5% atau 10%) tergantung sumber pengairan. Namun, mayoritas ulama modern cenderung menggunakan tarif 2,5% sebagai standar, mengacu pada zakat emas dan perdagangan.

Baca Juga: FAQ Zakat: Panduan Lengkap Tentang Zakat

Menentukan Nisab dan Besaran Zakat

Nisab zakat penghasilan mengacu pada nilai 85 gram emas murni. Misalnya, jika harga emas hari ini Rp1.200.000/gram, maka:

  • Nisab Tahunan: 85 gram × Rp1.200.000 = Rp102.000.000/tahun
  • Nisab Bulanan: Rp102.000.000 ÷ 12 ≈ Rp8.500.000/bulan

Jika penghasilan bersih (setelah kebutuhan pokok) melebihi angka ini, wajib mengeluarkan 2,5% dari total pendapatan.

 

Simulasi Perhitungan

Contoh kasus:

  • Penghasilan bulanan: Rp15.000.000
  • Zakat/bulan: 2,5% × Rp15.000.000 = Rp375.000
    Alternatifnya, zakat bisa diakumulasi setahun sekali:
    Rp15.000.000 × 12 = Rp180.000.000 (melebihi nisab tahunan)
    Zakat/tahun: 2,5% × Rp180.000.000 = Rp4.500.000

Berikut aplikasi untuk Hitung Zakat Penghasilan anda disini

 

Strategi Penyaluran yang Tepat

Zakat dapat disalurkan langsung kepada 8 golongan (asnaf) atau melalui lembaga amanah. Berikut tipsnya:

  1. Prioritaskan Fakir/Miskin: Bantu memenuhi kebutuhan dasar penerima.
  2. Kolaborasi dengan Lembaga: Pilih badan zakat yang transparan dan terdaftar resmi.
  3. Verifikasi Penerima: Pastikan penerima benar-benar memenuhi kriteria syar’i.

Makna Lebih Dalam dari Zakat Penghasilan

Selain sebagai kewajiban, zakat penghasilan adalah bentuk syukur atas rezeki sekaligus instrumen pemerataan sosial. Dengan membayarnya, harta menjadi berkah dan terjaga dari ketimpangan.

Sudahkah Anda berkontribusi untuk keseimbangan umat melalui zakat hari ini? 🌟

zakat emas

Perhiasan wajib dizakati apa tidak ?

Oleh: Ust.Muh. Nursalim

Bulan ramadhan biasanya kaum muslimin semangat untuk membayar zakat. Mungkin merasa membayar zakat di bulan suci ini pahalanya berlipat. Selain itu pada bulan ramadhan itu kesadaran religius umat Islam meningkat sehingga terasa lebih ringan saat harus mengeluarkan zakat.

Padahal yang wajib dibayar pada bulan ramadhan itu adalah zakat fitrah. Adapun zakat mal disesuaikan dengan haul (jatuh tempo) harta yang mesti dizakati. Jika awal mula dimiliki harta zakat itu bulan Perbuari maka jatuh tempo membayar zakatanya adalah bulan Januari tahun yang sama. Itulah yang disebut haul, yaitu masa satu tahun kepemilikan harta yang kena kewajiban zakat.

Bagaimana dengan emas yang berupa perhiasan, apakah benda itu juga harus dizakati setiap tahunnya ?

Sayid Sabiq menulis tentang masalah ini dalam Fiqhu Sunahnya dengan judul kecil, yaitu zakat perhiasan.

Secara garis besar ada dua pendapat tentang masalah ini. Yang pertama pendapat imam Abu Hanifah. Pendiri mazhab Hanafi ini mewajibkan zakat perhiasan emas dan perak. Hal ini merujuk adanya sebuah hadis berikut:

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَمَعَهَا ابْنَةٌ لَهَا وَفِى يَدِ ابْنَتِهَا مَسَكَتَانِ غَلِيظَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَهَا « أَتُعْطِينَ زَكَاةَ هَذَا ». قَالَتْ لاَ. قَالَ « أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللَّهُ بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ ». قَالَ فَخَلَعَتْهُمَا فَأَلْقَتْهُمَا إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَقَالَتْ هُمَا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِرَسُولِهِ

Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwa ada seorang wanita datang kepada Rasulullah saw ia bersama anak perempaun yang ditangannya terdapat dua gelang besar dari emas, maka Rasulullah bertanya kepadanya. “Apakah gelang ini sudah kamu zakati ?” wanita itu menjawab “ Belum “ apakah engkau senang jika nanti Allah akan memakaikan kepadamu pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka ?”. perawi berkata, lalu wanita itu melapas dua gelang tadi dan memberikannya kepada Nabi saw seraya berkata, “dua gelang ini untuk Allah dan Rasulnya”. (HR. Abu Dawud)

Dengan merujuk hadis di atas maka menurut Mazhab Hanafi pehiasan itu wajib dizakati, baik terbuat dari emas ataupun perak. Pendapat ini didukung oleh Ibn Hazm dengan syarat perhiasan yang dimiliki itu sudah mencapai nishab dan dimiliki satu tahun (haul).

Adapun tiga mazhab lainnya yaitu Maliki, Syafii dan Hambali menyatakan bahwa perhiasan itu tidak wajib dizakati, baik terbuat dari emas maupun perak. Hal ini merujuk sejumlah hadis berikut ini.

عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ قَالَ : سَمِعْتُ رَجُلاً يَسْأَلُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنِ الْحُلِىِّ أَفِيهِ الزَّكَاةُ؟ فَقَالَ جَابِرٌ : لاَ فَقَالَ : وَإِنْ كَانَ يَبْلُغُ أَلْفَ دِينَارٍ؟ فَقَالَ جَابِرٌ : كَثِيرٌ

Dari Amr bin Dinar ra berkata, “aku mendengar seorang laki-laki bertanya kepada Jabir bin Abdillah tentang perhiasan, apakah benda itu wajib dizakati ?” lalu Jabir berkata, “Tidak”. Laki-laki itu balik bertanya “Meskipun kepemilikannya 1000 dinar ?” “Jabir kembali menjawab, “Meskipun lebih banyak dari itu”. (Hr. Baihaqi)

Hadis ini diperkuat dengan hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Daruqutni sebagai berikut:

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ أَنَّهَا كَانَتْ تُحَلِّى بَنَاتِهَا بِالذَّهَبِ وَلاَ تُزَكِّيهِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِينَ أَلْفًا.

Dari asma binti abu Bakar ra, bahwa ia memakaiakan perhiasan emas kepada anak-anak perempuannya dan ia tidak menzakatinya, padahal kadarnya hingga lima puluh ribu dinar. (Hr. Daruqutni)

Imam Malik dalam kitab Muwatha juga mengatakan yang sama, sebagai berikut

أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَتْ تَلِى بَنَاتِ أَخِيهَا يَتَامَى فِى حَجْرِهَا لَهُنَّ الْحَلْىُ فَلاَ تُخْرِجُ مِنْ حُلِيِّهِنَّ الزَّكَاةَ

Bahwa Aisyah ra istri Nabi saw memberikan perhiasan kepada anak-anak perempuan saudaranya yang yatim di kamarnya, dan ia tidak mengeluarkan zakat dari perhiasan tersebut. (Hr. Malik)

Dengan merujuk kepada pendapat jumhur ulama ini, maka emas dan perak yang terkena kewajiban zakat adalah yang berupa batangan, bukan berupa perhiasan. Emas yang berupa perhiasan berapapun jumlah dan kadar karatnya tidak terkena kewajiban zakat.

Tetapi jika merujuk pendapat Abu Hanifah, perhiasan emas dan perak itu juga harus dizakati. Bahkan mazhab ini tidak mengharuskan syarat mencapai nishab dan haul. Berapapun perhiasan emas yang dimiliki dan jangka waktu kepemilikannya harus dikelurkan zakatnya. Wallahua’lam

 

 

pesantren alam

ADAB PENUNTUT ILMU

Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab-adab tersebut di antaranya adalah:

1. Ikhlas karena Allah

Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah kerena Allah dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah SAW telah memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya :
“Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah sedang ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan mendapatkan bau sorga pada hari kiamat”.
( HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu Majah

2.Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.

Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita.

Apakah disyaratkan untuk memberi mamfaat pada orang lain itu kita duduk dimasjid dan mengadakan satu pengajian ataukah kita memberi mamfa’at pada orang lain dengan ilmu itu pada setiap saat? Jawaban yang benar adalah yang kedua; karena Rasulullah bersabda :
“Sampaikanlah dariku walupun cuma satu ayat (HR: Bukhari)

Imam Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya: Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.

3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari’at.

Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari’at. Karena kedudukan syari’at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid’ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah e. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-Qor’an dan As-Sunnah.

4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.

Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah e masih hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.

5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.

Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).

6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.

Salah satu hal yang sangat pentingdalam adab mencariilmu adalah sikap memuliakan sumber sumber ilmu. Bisa para kiyai, ustadz bahkan juga kitab itu sendiri. Maka penting bagi kita untuk selalu menjaga sikap terhadap guru.
Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.

7. Mencari kebenaran dan sabar

Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian ) dari hadits tersebut. Dalam mencari kebenaran ini kita harus sabar, jangan tergesa-gasa, jangan cepat merasa bosan atau keluh kesah. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran setengah-setengah, belajar satu kitab sebentar lalu ganti lagi dengan kitab yang lain. Kalau seperti itu kita tidak akan mendapatkan apa dari yang kita tuntut.

Di samping itu, mencari kebenaran dalam ilmu sangat penting karena sesungguhnya pembawa berita terkadang punya maksud yang tidak benar, atau barangkali dia tidak bermaksud jahat namun dia keliru dalam memahami sebuah dalil.Wallahu ‘Alam.

 

Pendidikan karakter

Membekali anak dengan pendidikan terbaik

Membekali Anak dengan Pendidikan Karakter sebagai Pendidikan Terbaik

Pendidikan merupakan salah satu aspek krusial dalam membentuk kepribadian dan masa depan anak-anak kita. Selain mengajarkan pengetahuan akademik, penting bagi kita untuk memperhatikan pendidikan karakter sebagai bagian integral dalam proses belajar mengajar. Membekali anak dengan pendidikan karakter akan membantu mereka menjadi individu yang baik, berintegritas, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Sebagai orang tua, pendidik, dan masyarakat, memberikan pendidikan karakter adalah amanah dan tanggung jawab bersama untuk menciptakan generasi yang lebih baik.

Apa itu Pendidikan Karakter?

Pendidikan karakter adalah suatu pendekatan dalam proses belajar mengajar yang bertujuan untuk mengembalikan kembali siswa pada fitrahnya sebagai manusia yang memiliki akhlak yang baik.

Apa itu? yakni menjadi seorang hamba Tuhan yang memiliki keseuaian antara pikiran, perkataan dan perbuatan dalam rangka menjalankan perintah Tuhan melanjutkan risalah Nabi untuk mengelola alam semesta sebagai pemimpin seluruh alam dengan penuh rahmat.

 

Pentingnya Pendidikan Karakter

Pendidikan ini fokus dalam mengembangkan dan membentuk sifat-sifat baik dan akhlak pada anak-anak. Ini melibatkan pembentukan nilai-nilai seperti kejujuran, ikhlas, rendah hati, rasa tanggung jawab, disiplin, kerjasama, tangguh, berani dan empati. Pendidikan karakter menekankan pada pengembangan kepribadian yang kuat, integritas moral, dan kemampuan untuk membuat keputusan bijaksana.

  • 1. Membentuk Kepribadian yang Baik

Pendidikan membantu membentuk kepribadian yang baik dan kokoh pada anak-anak. Ini berfungsi sebagai fondasi moral yang kuat dalam menghadapi situasi dan tantangan kehidupan.

  • 2. Menemukan jati diri sebagai manusia.

Pembentukan diri sebagai manusia sangat penting sebab hal tersebut menjadi pondasi dia sesungguhnya. Anak akan diajak menemukan siapa dirinya, apa tugasnya, siapa Tuhannya, kemana kelak setelah kematian dan bamyak hal lagi.

  • 3. Menumbuhkan Empati dan Toleransi

Anak-anak yang mendapatkan pendidikan karakter akan lebih cenderung memiliki empati terhadap orang lain dan menghargai perbedaan. Mereka akan belajar untuk menghormati pandangan orang lain, sehingga menciptakan masyarakat yang lebih inklusif.

  • 4. Membantu Mengatasi Tantangan

Yaitu memberikan kepercayaan diri pada anak-anak untuk mengatasi tantangan dan meresponsnya dengan cara yang tepat dan etis.

  • 5. Mengurangi Perilaku Negatif

Dengan menginternalisasi nilai-nilai positif, anak-anak menjadi lebih mampu menghindari perilaku negatif yang dapat membuatnya salah jalan dalam menjalani hidup.

  • 6. Mendukung Keberhasilan Akademis

Anak-anak yang memiliki pendidikan karakter yang baik cenderung memiliki disiplin belajar yang lebih tinggi, kemauan untuk terus belajar, dan kemampuan untuk mengatasi rintangan dalam pendidikan mereka.

  • 7. Menanamkan Rasa Tanggung Jawab

Dalam pendidikan ini, anak-anak diajarkan untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka, sehingga mendorong mereka untuk bertindak secara bijaksana dan bertanggung jawab.

 

Lantas bagaimana Menerapkan Pendidikan Karakter

1. Peran Model

Orang tua dan pendidik harus menjadi contoh bagi anak-anak dalam perilaku dan nilai-nilai yang diinginkan. Hal ini dikarenakan anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat dari orang dewasa di sekitar mereka.

2. Integrasi dalam Kurikulum

Selanjtnya pendidikan karakter juga harus diintegrasikan dalam kurikulum sekolah. Selain mata pelajaran akademis, nilai-nilai karakter harus diajarkan secara eksplisit dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Lingkungan Belajar yang Positif

Kemudian penciptaan lingkungan belajar yang positif dan inklusif akan membantu anak-anak belajar dan mengamalkan nilai-nilai karakter dengan lebih baik.

4. Keterlibatan Masyarakat

Masyarakat termasuk lingkungan sekitar anak-anak, juga harus berperan dalam membentuk pendidikan akhlak anak-anak. Masyarakat yang mendukung dan memberikan contoh yang baik akan memperkuat proses pembentukan jati diri anak-anak.

5. Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler seperti kegiatan sosial, kemanusiaan, atau lingkungan dapat membantu anak-anak mengasah nilai-nilai akhlak dalam aksi nyata.

 

Kesimpulan

Membekali anak dengan pendidikan yang baik adalah investasi jangka panjang untuk masa depan mereka dan masyarakat. Ketika anak-anak tumbuh dengan nilai-nilai moral yang kokoh, mereka menjadi pilar masyarakat yang baik dan membawa perubahan positif dalam dunia yang kompleks ini. Dengan peran aktif dari orang tua, pendidik, dan masyarakat, kita dapat menciptakan generasi yang berintegritas, empatik, dan berkontribusi untuk kesejahteraan bersama.